Jumat, 06 Mei 2011

Pergaulan Antar Lawan Jenis

Ketika seseorang beranjak dewasa, muncullah benih di dalam jiwa untuk mencintai lawan jenis. Ini merupakan fitrah (insting) yang diberikan oleh Alloh opada manusia.

Alloh ta’ala berfirman yang artinya,
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan terhadap perkara yang dinginkannya berupa wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenagan hidup di dunia. Dan di sisi Allohlah tempat kembali yang baik.”
(QS. Ali Imron: 14)

Adab Bergaul Dengan Lawan Jenis

Islam agama yang sempurna, di dalamnya diatur seluk-beluk kehidupan manusia, bagaimana pergaulan antara lawan jenis. Di antara adab bergaul antara lawan jenis yang telah diajarkan Islam adalah:

1. Menundukkan pandangan terhadap lawan jenis

Alloh berfirman yang artinya,
“Katakanlah kepada laki-laki beriman: Hendahlah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya.” (QS. an-Nur: 30).

Alloh juga berfirman yang artinya,
”Dan katakalah kepada wanita beriman: Hendaklah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya.” (QS. an-Nur: 31)

2. Tidak berdua-duaan (Kholwat)

Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Janganlah seorang laki-laki berdua-duaan (kholwat) dengan wanita kecuali bersama mahromnya.” (HR. Bukhori & Muslim)

3. Tidak menyentuh lawan jenis

Di dalam sebuah hadits, Aisyah rodhiyallohu ‘anha berkata, “Demi Alloh, tangan Rosululloh tidak pernah menyentuh tangan wanita sama sekali meskipun saat membaiat.” (HR. Bukhori).

Hal ini karena menyentuh lawan jenis yang bukan mahromnya merupakan salah satu perkara yang diharomkan di dalam Islam.

Rosululloh sholallohu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Seandainya kepala seseorang ditusuk dengan jarum besi, (itu) masih lebih baik daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Thobroni dengan sanad hasan)

Jika memandang saja terlarang, tentu bersentuhan lebih terlarang karena godaannya tentu jauh lebih besar.

Salah Kaprah Maknai Cinta

Tatkala adab-adab bergaul antara lawan jenis mulai pudar, luapan cinta yang bergolak dalam hati manusia pun menjadi tidak terkontrol lagi.

Akhirnya, setan berhasil menjerat para remaja dalam ikatan maut yang dikenal dengan “pacaran“. Alloh telah mengharamkan berbagai aktifitas yang dapat mengantarkan ke dalam perzinaan.

Sebagaimana Alloh berfirman yang artinya, “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesugguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. al-Isra’: 32).

Lalu pintu apakah yang paling lebar dan paling dekat dengan ruang perzinaan melebihi pintu pacaran?!! Beruntunglah kita semua dalam hidayah QHJ yg selalu senantiasa teramut dan jauh dari yang namanya pacaran.

Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya Alloh menetapkan untuk anak adam bagiannya dari zina, yang pasti akan mengenainya. Zina mata adalah dengan memandang, zina lisan adalah dengan berbicara, sedangkan jiwa berkeinginan dan berangan-angan, lalu farji (kemaluan) yang akan membenarkan atau mendustakannya.” (HR. Bukhori & Muslim).

Kalaulah kita ibaratkan zina adalah sebuah ruangan yang memiliki banyak pintu yang berlapis-lapis, maka orang yang berpacaran adalah orang yang telah memiliki semua kuncinya. Kapan saja ia bisa masuk.

Bukankah saat berpacaran ia tidak lepas dari zina mata dengan bebas memandang?

Bukankah dengan pacaran ia sering melembut-lembutkan suara di hadapan pacarnya?

Bukankah orang yang berpacaran senantiasa memikirkan dan membayangkan keadaan pacarnya? Maka farjinya pun akan segera mengikutinya.

Akhirnya penyesalan tinggallah penyesalan. Waktu tidaklah bisa dirayu untuk bisa kembali sehingga dirinya menjadi sosok yang masih suci dan belum ternodai. Setan pun bergembira atas keberhasilan usahanya….

Iblis, Sang Penyesat Ulung

Iblis telah bersumpah di hadapan Alloh untuk menyesatkan semua manusia.
Iblis berkata,

“Demi kekuasaan-Mu, aku akan menyesatkan mereka semuanya.”
(QS. Shaad: 82).

Termasuk di antara alat yang digunakan Iblis untuk menyesatkan manusia adalah wanita.

Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda,

”Tidaklah aku tinggalkan setelahku fitnah (ujian) yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada wanita.” (HR. Bukhori & Muslim).

Kalaulah Iblis tidak berhasil merusak agama seseorang dengan menjerumuskan mereka ke dalam pacaran, mungkin cukuplah bagi Iblis untuk bisa tertawa dengan membuat mereka berpacaran lewat telepon, SMS atau yang lainnya.

Yang cukup menyedihkan, terkadang gaya pacaran seperti ini dibungkus dengan agama seperti dengan pura-pura bertanya tentang masalah agama kepada lawan jenisnya, miss called atau SMS pacarnya untuk bangun sholat tahajud dan lain-lain.

Ringkasnya sms2-an, telpon2-an dengan lawan jenis, bukan saudara dan bukan karena kebutuhan mendesak adalah harom dan telah jadi ijtihad tidak boleh, artinya thoat surga, mrejel/nentang siksa:

(a) ini adalah semi berdua-duaan,
(b) buang-buang pulsa, dan
(c) ini adalah jalan menuju perkara yang haram. 
Mudah-mudahan Alloh memudahkan kita semua untuk menjalankan perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya.

Minggu, 24 April 2011

Memilih Pasangan Idaman

Jalinan cinta dua orang insan dalam sebuah pernikahan adalah perkara yang sangat diperhatikan dalam syariat Islam yang mulia ini.

Bahkan kita dianjurkan untuk serius dalam permasalahan ini dan dilarang menjadikan hal ini sebagai bahan candaan atau main-main.

Rosululloh shollallohu’alaihi wa sallam bersabda,

ثلاث جدهن جد وهزلهن جد: النكاح والطلاق والرجعة

“Tiga hal yang seriusnya dianggap benar-benar serius dan bercandanya dianggap serius: nikah, cerai dan ruju.’” (Diriwayatkan oleh Al Arba’ah kecuali An Nasa’i. Dihasankan oleh Al Albani dalam Ash Shohihoh)

Salah satunya dikarenakan menikah berarti mengikat seseorang untuk menjadi teman hidup tidak hanya untuk satu-dua hari saja bahkan seumur hidup, insya Alloh.

Jika demikian, merupakan salah satu kemuliaan syariat Islam bahwa orang yang hendak menikah diperintahkan untuk berhati-hati, teliti dan penuh pertimbangan dalam memilih pasangan hidup.

Sungguh sayang, anjuran ini sudah semakin diabaikan kebanyakan muslimin.

Sebagian mereka terjerumus dalam perbuatan maksiat seperti pacaran dan semacamnya, sehingga mereka pun akhirnya menikah dengan kekasih mereka tanpa memperhatikan bagaimana keadaan agamanya.

Sebagian lagi memilih pasangannya hanya dengan pertimbangan fisik. Mereka berlomba mencari wanita cantik untuk dipinang tanpa peduli bagaimana kondisi agamanya.

Sebagiannya lagi menikah untuk menumpuk kekayaan. Mereka pun meminang lelaki atau wanita yang kaya raya untuk mendapatkan hartanya.

Yang terbaik tentulah apa yang dianjurkan oleh syariat, yaitu berhati-hati, teliti dan penuh pertimbangan dalam memilih pasangan hidup serta menimbang anjuran-anjuran agama dalam memilih pasangan.

Setiap muslim yang ingin beruntung dunia akhirat hendaknya mengidam-idamkan sosok suami dan istri dengan kriteria sebagai berikut:

1. Taat kepada Alloh dan Rosul-Nya

Ini kriteria yang paling utama dari kriteria yang lain. Maka dalam memilih calon pasangan hidup, minimal harus terdapat satu syarat ini.
Alloh Ta’ala berfirman,

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ

“Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling bertaqwa.” (QS. Al Hujurat: 13)

Taqwa adalah menjaga diri dari adzab Alloh dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Hendaknya seorang muslim berjuang untuk mendapatkan calon pasangan yang paling mulia di sisi Alloh, yaitu seorang yang taat kepada aturan agama.

Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam pun menganjurkan memilih istri yang baik agamanya,

تنكح المرأة لأربع: لمالها ولحسبها وجمالها ولدينها، فاظفر بذات الدين تربت يداك

“Wanita dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena kedudukannya, karena parasnya dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih wanita yang bagus agamanya (faham). Kalau tidak demikian, niscaya kamu akan merugi.” (HR. Bukhori-Muslim)

Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

إذا جاءكم من ترضون دينه وخلقه فزوجوه إلا تفعلوه تكن فتنة في الأرض وفساد كبير

“Jika datang kepada kalian seorang lelaki yang kalian ridhoi agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (HR. Tirmidzi. Al Albani berkata dalam Adh Dho’ifah bahwa hadits ini hasan lighoirihi)

Ilmu agama itu poin penting yang jadi perhatian dalam memilih pasangan. Karena bagaimana mungkin seseorang dapat menjalankan perintah Alloh dan menjauhi larangan-Nya, padahal dia tidak tahu apa saja yang diperintahkan oleh Alloh dan apa saja yang dilarang oleh-Nya? Disinilah diperlukan ilmu agama untuk mengetahuinya.

Maka pilihlah calon pasangan hidup yang memiliki pemahaman yang baik tentang agama. Karena salah satu tanda orang yang diberi kebaikan oleh Alloh adalah memiliki pemahaman agama yang baik.

Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda,

من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين

“Orang yang dikehendaki oleh Alloh untuk mendapat kebaikan akan dipahamkan terhadap ilmu agama.” (HR. Bukhori-Muslim)

2. Al Kafa’ah (Sekufu)

Sekufu atau al kafa’ah -secara bahasa- berarti sebanding dalam hal kedudukan, agama, nasab, rumah dan selainnya (Lisaanul Arab, Ibnu Manzhur). Al Kafa’ah secara syariat menurut mayoritas ulama adalah sebanding dalam agama, nasab (keturunan), kemerdekaan dan pekerjaan, dll.

Atau dengan kata lain kesetaraan dalam agama dan status sosial. Banyak dalil yang menunjukkan anjuran ini.

Di antaranya firman Alloh Ta’ala,

الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ

“Wanita-wanita yang keji untuk laki-laki yang keji. Dan laki-laki yang keji untuk wanita-wanita yang keji pula. Wanita-wanita yang baik untuk laki-laki yang baik. Dan laki-laki yang baik untuk wanita-wanita yang baik pula.” (QS. An Nur: 26)

Kesetaraan dalam agama dan kedudukan sosial dapat menjadi faktor kelanggengan rumah tangga. Hal ini diisyaratkan oleh kisah Zaid bin Haritsah rodhiyallohu ‘anhu, seorang sahabat yang paling dicintai oleh Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam, dinikahkan dengan Zainab binti Jahsy rodhiyallohu ‘anha. Zainab adalah wanita terpandang dan cantik, sedangkan Zaid adalah lelaki biasa yang tidak tampan. Dan hasilnya, pernikahan mereka pun tidak berlangsung lama. Jika kasus seperti ini terjadi pada sahabat Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam, apalagi kita? Sekedar mengingatkan....

3. Menyenangkan jika dipandang

Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang telah disebutkan, membolehkan kita untuk menjadikan faktor fisik sebagai salah satu kriteria memilih calon pasangan. Karena paras yang cantik atau tampan, juga keadaan fisik yang menarik lainnya dari calon pasangan hidup kita adalah salah satu faktor penunjang keharmonisan rumah tangga. Maka mempertimbangkan hal tersebut sejalan dengan tujuan dari pernikahan, yaitu untuk menciptakan ketentraman dalam hati.

Alloh Ta’ala berfirman,

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجاً لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا

“Dan di antara tanda kekuasaan Alloh ialah Ia menciptakan bagimu istri-istri dari jenismu sendiri agar kamu merasa tenteram denganya.” (QS. Ar Ruum: 21)

Dalam sebuah hadits Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam juga menyebutkan 4 ciri wanita sholihah yang salah satunya,

وان نظر إليها سرته

“Jika memandangnya, membuat suami senang.” (HR. Abu Dawud. Al Hakim berkata bahwa sanad hadits ini shohih)

Oleh karena itu, Islam menetapkan adanya nazhor, yaitu melihat wanita yang yang hendak dilamar. Sehingga sang lelaki dapat mempertimbangkan wanita yang yang hendak dilamarnya dari segi fisik.

Sebagaimana ketika ada seorang sahabat mengabarkan pada Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bahwa ia akan melamar seorang wanita Anshor. Beliau shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أنظرت إليها قال لا قال فاذهب فانظر إليها فإن في أعين الأنصار شيئا

“Sudahkah engkau melihatnya?” Sahabat tersebut berkata, “Belum.” Beliau lalu bersabda, “Pergilah kepadanya dan lihatlah ia, sebab pada mata orang-orang Anshor terdapat sesuatu.” (HR. Muslim)

4. Subur (mampu menghasilkan keturunan)

Di antara hikmah dari pernikahan adalah untuk meneruskan keturunan dan memperbanyak jumlah kaum muslimin dan memperkuat izzah (kemuliaan) kaum muslimin. Karena dari pernikahan diharapkan lahirlah anak-anak kaum muslimin yang nantinya menjadi orang-orang yang shalih yang mendakwahkan Islam. Oleh karena itulah, Rosullulloh shollallohu ‘alaihi wa sallam menganjurkan untuk memilih calon istri yang subur,

تزوجوا الودود الولود فاني مكاثر بكم الأمم

“Nikahilah wanita yang penyayang dan subur! Karena aku berbangga dengan banyaknya ummatku.” (HR. An Nasa’I, Abu Dawud. Dihasankan oleh Al Albani dalam Misykatul Mashabih)

Kriteria Khusus untuk Memilih Calon Suami

Khusus bagi seorang muslimah yang hendak memilih calon pendamping, ada satu kriteria yang penting untuk diperhatikan. Yaitu calon suami memiliki kemampuan untuk memberi nafkah.

Karena memberi nafkah merupakan kewajiban seorang suami. Islam telah menjadikan sikap menyia-nyiakan hak istri, anak-anak serta kedua orang tua dalam nafkah termasuk dalam kategori dosa besar.

Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كفى بالمرء إثما أن يضيع من يقوت

“Cukuplah seseorang itu berdosa bila ia menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggungannya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud. Al Hakim berkata bahwa sanad hadits ini shahih).

Oleh karena itu, Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam pun membolehkan bahkan menganjurkan menimbang faktor kemampuan memberi nafkah dalam memilih suami.

Seperti kisah pelamaran Fathimah binti Qais rodhiyallohu ‘anha:

عن فاطمة بنت قيس رضي الله عنها قالت: أتيت النبي صلى الله عليه وسلم، فقلت: إن أبا الجهم ومعاوية خطباني؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم:”أما معاوية، فصعلوك لا مال له ، وأما أبوالجهم، فلا يضع العصا عن عاتقه

“Dari Fathimah binti Qais rodhiyallohu ‘anha, ia berkata: ‘Aku mendatangi Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam lalu aku berkata, “Sesungguhnya Abul Jahm dan Mu’awiyah telah melamarku”. Lalu Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam berkata, “Adapun Mu’awiyah adalah orang fakir, ia tidak mempunyai harta. Adapun Abul Jahm, ia tidak pernah meletakkan tongkat dari pundaknya”.” (HR. Bukhori-Muslim)

Dalam hadits ini Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam tidak merekomendasikan Muawiyah rodhiyallohu ‘anhu karena miskin. Maka ini menunjukkan bahwa masalah kemampuan memberi nafkah perlu diperhatikan.

Namun kebutuhan akan nafkah ini jangan sampai dijadikan kriteria dan tujuan utama. Jika sang calon suami dapat memberi nafkah yang dapat menegakkan tulang punggungnya dan keluarganya kelak itu sudah mencukupi.

Karena Alloh dan Rosul-Nya mengajarkan akhlak zuhud (sederhana) dan qona’ah (menyukuri apa yang dikarunai Alloh) serta mencela penghamba dan pengumpul harta. Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda,

تعس عبد الدينار، والدرهم، والقطيفة، والخميصة، إن أعطي رضي، وإن لم يعط لم يرض

“Celakalah hamba dinar, celakalah hamba dirham, celakalah hamba khamishah dan celakalah hamba khamilah. Jika diberi ia senang, tetapi jika tidak diberi ia marah.” (HR. Bukhari).

Selain itu, bukan juga berarti calon suami harus kaya raya. Karena Alloh pun menjanjikan kepada para lelaki yang miskin yang ingin menjaga kehormatannya dengan menikah untuk diberi rizki.

وَأَنكِحُوا الْأَيَامَى مِنكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِن يَكُونُوا فُقَرَاء يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِن فَضْلِهِ

“Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kalian. Jika mereka miskin, Alloh akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya.” (QS. An Nur: 32)

Kriteria Khusus untuk Memilih Istri

Salah satu bukti bahwa wanita memiliki kedudukan yang mulia dalam Islam adalah bahwa terdapat anjuran untuk memilih calon istri dengan lebih selektif. Yaitu dengan adanya beberapa kriteria khusus untuk memilih calon istri. Di antara kriteria tersebut adalah:

1. Bersedia taat kepada suami

Seorang suami adalah pemimpin dalam rumah tangga. Sebagaimana firman Alloh Ta’ala,

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاء

“Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita.” (QS. An Nisa: 34)

Sudah sepatutnya seorang pemimpin untuk ditaati. Ketika ketaatan ditinggalkan maka hancurlah ‘organisasi’ rumah tangga yang dijalankan. Oleh karena itulah, Alloh dan Rosul-Nya dalam banyak dalil memerintahkan seorang istri untuk taat kepada suaminya, kecuali dalam perkara yang diharamkan.

Meninggalkan ketaatan kepada suami merupakan dosa besar, sebaliknya ketaatan kepadanya diganjar dengan pahala yang sangat besar.

Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا صَلَتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَصَنَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ بَعْلَهَا، دَخَلَتْ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شَاءَتْ

“Apabila seorang wanita mengerjakan shalat lima waktunya, mengerjakan puasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan menaati suaminya, maka ia akan masuk surga dari pintu mana saja yang ia inginkan.” (HR. Ibnu Hibban. Dishohihkan oleh Al Albani)

Maka seorang muslim hendaknya memilih wanita calon pasangan hidupnya yang telah menyadari akan kewajiban ini.

2. Menjaga aurotnya dan tidak memamerkan kecantikannya kecuali kepada suaminya

Berbusana muslimah yang benar dan syar’i adalah kewajiban setiap muslimah. Seorang muslimah yang shalihah tentunya tidak akan melanggar ketentuan ini. Alloh Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاء الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُوراً رَّحِيماً

“Wahai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’” (QS. Al Ahzab: 59)

Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam pun mengabarkan dua kaum yang kepedihan siksaannya belum pernah beliau lihat, salah satunya adalah wanita yang memamerkan auratnya dan tidak berbusana yang syar’i. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

نساء كاسيات عاريات مميلات مائلات رؤسهن كأسنة البخت المائلة لا يدخلن الجنة ولا يجدن ريحها وإن ريحها ليوجد من مسيرة كذا وكذا

“Wanita yang berpakaian namun (pada hakikatnya) telanjang yang berjalan melenggang, kepala mereka bergoyang bak punuk unta. Mereka tidak akan masuk surga dan bahkan mencium wanginya pun tidak. Padahal wanginya surga dapat tercium dari jarak sekian dan sekian.” (HR. Muslim)

Berdasarkan dalil-dalil yang ada, para ulama merumuskan syarat-syarat busana muslimah yang syar’i di antaranya: menutup aurat dengan sempurna, tidak ketat, tidak transparan, bukan untuk memamerkan kecantikan di depan lelaki non-mahram, tidak meniru ciri khas busana non-muslim, tidak meniru ciri khas busana laki-laki, dll.

Maka pilihlah calon istri yang menyadari dan memahami hal ini, yaitu para muslimah yang berbusana muslimah yang syar’i.

3. Gadis lebih diutamakan dari janda

Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam menganjurkan agar menikahi wanita yang masih gadis. Karena secara umum wanita yang masih gadis memiliki kelebihan dalam hal kemesraan dan dalam hal pemenuhan kebutuhan biologis.

Sehingga sejalan dengan salah satu tujuan menikah, yaitu menjaga dari penyaluran syahwat kepada yang haram. Wanita yang masih gadis juga biasanya lebih nrimo jika sang suami berpenghasilan sedikit. Hal ini semua dapat menambah kebahagiaan dalam pernikahan.

Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda,

عليكم بالأبكار ، فإنهن أعذب أفواها و أنتق أرحاما و أرضى باليسير

“Menikahlah dengan gadis, sebab mulut mereka lebih jernih, rahimnya lebih cepat hamil, dan lebih rela pada pemberian yang sedikit.” (HR. Ibnu Majah. Dishohihkan oleh Al Albani)

Namun tidak mengapa menikah dengan seorang janda jika melihat maslahat yang besar. Seperti sahabat Jabir bin Abdillah rodhiyallohu ‘anhu yang menikah dengan janda karena ia memiliki 8 orang adik yang masih kecil sehingga membutuhkan istri yang pandai merawat anak kecil, kemudian Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam pun menyetujuinya (HR. Bukhori-Muslim)

4. Nasab-nya baik

Dianjurkan kepada seseorang yang hendak meminang seorang wanita untuk mencari tahu tentang nasab (silsilah keturunan)-nya.

Alasan pertama, keluarga memiliki peran besar dalam mempengaruhi ilmu, akhlak dan keimanan seseorang. Seorang wanita yang tumbuh dalam keluarga yang baik lagi Islami biasanya menjadi seorang wanita yang shalihah.

Alasan kedua, di masyarakat kita yang masih awam terdapat permasalahan pelik berkaitan dengan status anak zina. Mereka menganggap bahwa jika dua orang berzina, cukup dengan menikahkan keduanya maka selesailah permasalahan. Padahal tidak demikian. Karena dalam ketentuan Islam, anak yang dilahirkan dari hasil zina tidak di-nasab-kan kepada si lelaki pezina, namun di-nasab-kan kepada ibunya. Berdasarkan hadits,

الوَلَدُ لِلْفِرَاشِ ، وَلِلْعَاهِرِ الْحَجْرُ

“Anak yang lahir adalah milik pemilik kasur (suami) dan pezinanya dihukum.” (HR. Bukhori)

Dalam hadits ini, Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam hanya menetapkan anak tersebut di-nasab-kan kepada orang yang berstatus suami dari si wanita. Me-nasab-kan anak zina tersebut pada lelaki pezina menyelisihi tuntutan hadits ini.

Konsekuensinya, anak yang lahir dari hasil zina, apabila ia perempuan maka suami dari ibunya tidak boleh menjadi wali dalam pernikahannya. Jika ia menjadi wali maka pernikahannya tidak sah, jika pernikahan tidak sah lalu berhubungan intim, maka sama dengan perzinaan. Iyyadzan billah, kita berlindung kepada Alloh dari kejadian ini.

Oleh karena itulah, seorang lelaki yang hendak meminang wanita terkadang perlu untuk mengecek nasab dari calon pasangan.

Demikian beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan oleh seorang muslim yang hendak menapaki tangga pernikahan. Nasehat kami, selain melakukan usaha untuk memilih pasangan, jangan lupa bahwa hasil akhir dari segala usaha ada di tangan Alloh ‘Azza Wa Jalla. Maka sepatutnya jangan meninggalkan doa kepada Allah Ta’ala agar dipilihkan calon pasangan yang baik.

Salah satu doa yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan sholat Istikhoroh. Sebagaimana hadits dari Jabir rodhiyallohu ‘anhu, Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam berkata,

إذا هم أحدكم بأمر فليصلِّ ركعتين ثم ليقل : ” اللهم إني أستخيرك بعلمك…”

“Jika kalian merasa gelisah terhadap suatu perkara, maka sholatlah dua roka’at kemudian berdoalah: ‘Ya Alloh, aku beristikhoroh kepadamu dengan ilmu-Mu’… (dst)” (HR. Bukhori)

Semoga bermanfaat

أبو هريره

Beberapa Penyebab Telat Nikah

Tulisan ini hanya sekedar mengingatkan batapa manusia itu terlalu banyak alasan
untuk menunda pernikahan sehingga kadang terlena oleh pemikiran mereka dan
mengesampingkan tujuan utama dari menikah itu sendiri. Mudah-mudahan bisa lebih
bijaksana menyikapi masalah ini dan ingatlah waktu kita di dunia ini ada
batasnya, dan kita tidak tau kapan waktu kita habis di dnia ini. Untuk dalil
sudah banyak yg di bahas jd ini sekedar intermezo saja tuk renungan bersama....

1. SELERA TINGGI :

Selera tinggi yang dimaksud bukan dalam makanan, tapi dalam memilih jodoh.
Pinginnya yang sempurna segalanya. Tak ada kekurangan sedikitpun. Agamanya
bagus [tentu..!!], cakep, kaya raya, keturunan baik-baik,tinggi badan 170 cm,
rambut berombak, cerdas, pinter masak dan jahit, sabar penyayang, keibuan,
hafal Al-Qur'an, pinter ceramah..[aduh..banyak sekali !!].Yang demikian tentu
susah dapetnya. Nggak tahu harus nyari dimana, di super market jelas tidak ada.
Akibatnya, setiap kali ada muslimah yang ditawarkan,selalu saja kandas. Belum
kelasnya, katanya! Sebaliknya, yang wanita juga punya kriteria khusus, Saya
pingin nikah dengan yang sudah profesor dan cakep banget. Atau Paling tidak
pegawai negeri atau yang sudah punya mobil lah... Karena kriteria yang cukup
sulit ini, maka banyak para pemuda dan pemudi yang harus telat nikah.

2. STUDY ORIENTED :

Banyak juga yang telat nikah karena study oriented.Belajar dan belajar adalah
prioritas utama. Siang, malam, pagi, petang terus belajar. Iapun selalu pingin
pindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain, dari satu daerah kedaerah
yang lain. SD di Jogja, SMP di Medan, SMU di Jakarta, S1 di Surabaya, S2 di
Jepang, S3 di Amerika, terus pulang ke Indonesia tinggal di Paris van Java.
Sampai-sampai lupa kalo'butuh pendamping hidup. Tahu-tahu usia udah kepala
lima. Kasus telat nikah krn alasan studi ini juga sering terjadi.

3. PUNYA APA-APA DULU :

Saya belum punya apa-apa untuk berumah tangga, begitu alasan yang diutarakan
sebagain oranmg untuk melegitimasi pengunduran pernikahan. Punya apa-apa,yang
dimaksud sering bermakna belum punya rumah sendiri, mobil sendiri, HP, kulkas,
komputer, mesin cuci atau bus...[untuk apa yaa?]. Prinsip belum punya apa-apa
ini sering dilontarkan. Padahal orang yang nikah ndak mesti harus punya hal-hal
diatas terlebih dahulu. Rumah, ngontrak dulu juga ndak apa-apa. Nggak ada mobil
juga ndak masalah, bisa naik angkutan, motor atau sepeda [romantis khan ??].
HP,kulkas dan komputer nggak jadi syarat dalam pernikahan. Apalagi bus....

4. ORANG TUA PINGIN....???

Pesan khusus dari orang tua kadang jadi penghalang untuk melangsungkan
pernikahan. Sebenarnya sich udah pingin juga, tapi orang tua saya..., demikian
keluhan mereka. Orang tua terkadang ngelarang si anak yang udah ngebet nikah.
Alasannya macam-macam, seperti bantu prang tua dulu lah, jangan terlalu
muda,rampungkan studimu, lanjutkan dulu karirmu.....Permintaan orang tua yang
seperti ini sering membuat para pemuda dan pemudi mikir-mikir lebih panjang
tentang pernikahannya. Sebenarnya nggak ada pertentangan antara nikah dengan
berbakti sama ortu. Secara umum, orang tua berkeinginan anaknya hidup bahagia.
Oleh karena itu, kalo' si anak mampu meyakinkan ortu ttg kehidupan rumah
tangganya, insyaAllah oke-oke saja kok kalo' mau nikah cepat.

5. NIKAH ITU SUSAH :

Ini alasan klasik yang diungkapkan orang. Nikah itu susah, nggak usah
terburu-buru. Belum lagi kalo' udah punya anak, tambah susah lagi dong...
Akhirnya pengunduran jadwal nikahpun jadi pilihan. Ada juga yang nggak pingin
susah [karena nikah] kemudian cari jalan pintas. Maunya enak melulu, tanpa mau
tanggung jawab. Macem-macem solusinya, bisa pacaran atau dolan kesini, dolan
kesitu, keluar kesana, keluar kesini.....

6. PERNAH GAGAL :

Sebagian ikhwan maupun akhwat merasa trauma dengan peristiwa kegagalan yang
menimpa. Pernah dilamar ataupun melamar tapi batal ataupun ditolak. Kadang tak
cuma sekali tapi berkali-kali. Akibatnya ia jadi putus asa dan takut mengalami
hal yang serupa. Malu banget, demikian katanya. Apalagi bila kegagalannya
sempat terdengar oleh teman-teman yang lain.

7. PERSAINGAN KETAT :

Bukan berita baru bila jumlah muslimah hari ini membludak. bahkan perbandingan
antara laki-laki dan perempuan bisa lebih dari satu banding dua. Akibatnya
banyak muslimah yang tersingkir dan tak dapat jatah pilih kaum pria. Ini bukan
menakut-nakuti, tapi sungguhan. Namun percaya lah, Allah itu Maha Adil terhadap
hamba-NYA.

Itu tadi beberapa penghalang seseorang untuk melangsungkan pernikahan. Setahun,
dua tahun, tiga tahun, empat, lima..... akhirnya usiapun beranjak senja....

Mengapa
Masih Menunda Pernikahan?

Semakin lama sepasang insan saling mengenal untuk tujuan pernikahan, maka
semakin besar godaan untuk melakukan aktifitas ‘pacaran’ ala kehidupan barat
(yang sudah dianggap lumrah), yang jelas sangat dilarang dalam Islam.

Banyak perkara yang dilarang oleh Islam, namun dianggap biasa dan wajar oleh
remaja (bahkan oleh orangtuanya sekalipun) di zaman ini, misalnya pergi
berduaan, berpegangan tangan, saling memandang, hingga bermesaraan, bahkan
mereka menganggap wajar hubungan badan yang seharusnya hanya boleh dilakukan
oleh sepasang suami-istri. Menunda pernikahan bisa berakibat terjerumusnya para
remaja pada perbuatan yang zina atau yang berpotensi mengarah ke perbuatan zina.

Padahal agama Islam yang mulia ini telah menjelaskan bahwa jangankan zina,
mendekatinya saja diharamkan,

“Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.”. (QS. Al-Israa’:32 )

Dalam memilih pasangan hidup, Rosululloh -Shollallohu ‘alaihi wasallam- telah
menyampaikan petunjuk yang mudah namun sangat jarang dijadikan rujukan di zaman
sekarang :

“Jika datang seorang lelaki yang melamar anak gadismu, yang engkau ridhoi agama
dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah
(musibah) dan kerusakan yang merata dimuka bumi“

HR.At-Tirmidziy dalam Kitab An-Nikah(1084 & 1085), dan Ibnu Majah dalam
Kitab An-Nikah(1967). Di-hasan-kan oleh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (1022)]

Jadi, yang terpenting adalah ketaatan sang calon suami/istri kita kepada Alloh
dan Rosul-Nya, bukan kekayaan dan kemewahan. Sebuah rumah yang berhiaskan
ketaqwaan dan kesholehan dari sepasang suami istri adalah modal surgawi, yang
akan melahirkan kebahagian, kedamaian, kemuliaan, dan ketentraman.

Nabi Shollallohu ‘alaihi wasallam- juga telah menyerukan :

“Wahai para pemuda! Barang siapa diantara kalian yang telah mampu, maka
menikahlah, karena demikian (nikah) itu lebih menundukkan pandangan dan menjaga
kemaluan. Barang siapa yang belum mampu, maka berpuasalah, karena puasa akan
menjadi perisai baginya”.

[HR. Al-Bukhoriy (4778), dan Muslim (1400), Abu Dawud (2046), An-Nasa'iy
(2246)]

Rosululloh -Shollallohu ‘alaihi wasallam- telah menganjurkan umatnya untuk
mempermudah dan jangan mempersulit dalam menerima lamaran dengan sabdanya,

“Diantara berkahnya seorang wanita, memudahkan urusan (nikah)nya, dan sedikit
maharnya”.

[HR. Ahmad dalam Al-Musnad (24651), Al-Hakim dalam Al-Mustadrok (2739),
Al-Baihaqiy dalam Al-Kubro (14135), Ibnu Hibban dalam Shohih-nya (4095),
Al-Bazzar dalam Al-Musnad (3/158), Ath-Thobroniy dalam Ash-Shoghir (469).
Di-hasan-kan Al-Albaniy dalam Shohih Al-Jami' (2231)]

Perkara meninggikan mahar, dan mempersulit pemuda yang mau menikah, ini telah
diingkari oleh Umar -radhiyallahu ‘anhu-. Umar -radhiyallahu ‘anhu- berkata,

“Ingatlah, jangan kalian berlebih-lebihan dalam memberikan mahar kepada wanita
karena sesungguhnya jika hal itu adalah suatu kemuliaan di dunia dan ketaqwaan
di akhirat, maka Nabi -Shollallohu ‘alaihi wasallam- adalah orang yang paling
berhak dari kalian. Tidak pernah Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- memberikan
mahar kepada seorang wanitapun dari istri-istri beliau dan tidak pula diberi
mahar seorang wanitapun dari putri-putri beliau lebih dari dua belas uqiyah
(satu uqiyah sama dengan 40 dirham)”.

[HR.Abu Dawud (2106), At-Tirmidzi(1114),Ibnu Majah(1887),
Ahmad(I/40&48/no.285&340). Di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam
Takhrij Al-Misykah (3204)]

Pernikahan memang memerlukan materi, namun itu bukanlah segala-galanya, karena
agungnya pernikahan tidak bisa dibandingkan dengan materi. Janganlah hanya
karena materi, menjadi penghalang bagi saudara kita untuk meraih kebaikan
dengan menikah.

Yang jelas ia adalah seorang calon suami yang taat beragama, dan mampu
menghidupi keluarganyanya kelak. Sebab pernikahan bertujuan menyelamatkan
manusia dari perilaku yang keji (zina), dan mengembangkan keturunan yang
menegakkan tauhid di atas muka bumi ini.

Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- pernah bersabda bahwa Alloh akan
menolong orang yang berniat baik untuk menikah :

“Ada tiga orang yang wajib bagi Alloh untuk menolongnya: Orang yang berperang
di jalan Alloh, budak yang ingin membebaskan dirinya, dan orang yang menikah
karena ingin menjaga kesucian diri”.

[HR. At-Tirmidziy (1655), An-Nasa'iy (3120 & 1655), Ibnu Majah (2518).
Di-hasan-kan oleh Al-Albaniy dalam Takhrij Al-Misykah (3089)]

Orang tua yang bijaksana tidak akan tentram hatinya sebelum ia menikahkan anaknya
yang telah cukup usia. Karena itu adalah tanggung-jawab orang tua demi
menyelamatkan masa depan anaknya. Oleh karena itu, diperlukan kesadaran orang
tua semua untuk saling tolong-menolong dalam hal kebaikan. Ingatlah sabda Nabi
-Shollallohu ‘alaihi wasallam-

“Agama adalah mudah dan tidak seorangpun yang mempersulit dalam agama ini,
kecuali ia akan terkalahkan”. [HR. Al-Bukhory (39), dan An-Nasa'iy (5034)]

Rosululloh -Shollallohu ‘alaihi wasallam- memerintahkan umatnya untuk
menerapkan prinsip islam yang mulia ini dalam kehidupan mereka sebagaimana
dalam sabda Beliau,

“permudahlah dan jangan kalian mempersulit, berilah kabar gembira dan jangan
kalian membuat orang lari”. [HR.Al-Bukhory (69& 6125), dan Muslim (1734)]

أبو هريره

Jumat, 22 April 2011

MEMBENTUK PRIBADI GENERUS YANG ‘ALIM DAN BERAKHLAQUL KARIMAH

Marilah kesempatan yang sangat baik ini kita manfa’atkan sebaik-baiknya untuk bersama-sama meningkatkan mutu iman dan taqwa kita kepada Alloh Ta’alaa, dan menjadikan diri kita sebagai generasi penerus yang ‘alim dan berakhlaqul karimah, meski hanya melalui dunia maya.

            Sebagai landasan pencerahan saya dalam artikel saya kali ini, akan saya ungkapkan firman Alloh Ta’alaa yang tercantum dalam Al-Qur’anul Karim, surat At-Taubah, No. Surat: 9, Ayat: 71, yang artinya “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf (baik), mencegah dari yang munkar (maksiat), mendirikan sholat, menunaikan zakat dan mereka ta’at pada Alloh dan Rosul-Nya. mereka itu akan diberi rohmat oleh Alloh. Sesungguhnya Alloh Maha Perkasa lagi Maha Menghukumi”.

                Ma’aasyirol muslimin rohima kumulloh!

            Alloh telah menjadikan manusia, tidak saja sebagai kholifah-Nya di atas bumi, tetapi juga sebagai generasi penerus selaku makhluk sosial, yang satu sama lain saling membutuhkan guna mengembangkan shibghoh-Nya, yang berupa kebudayaan dan nilai kemanusiannya, untuk meramaikan alam dunia ini, dengan segala amal, pembangunan dan pembelaan serta untuk mewujudkan masyarakat ta’aawun (tolong menolong), yang saling membantu bagi keselamatan dan kesejahteraan hidup ummat manusia itu sendiri.

            Untuk itu, diperlukan sifat-sifat, dan sistematika masyarakatnya, hingga kemerdekaan yang diberikan Alloh kepada kita ini, tetap berjalan dalam batas-batas menghormati hak-hak orang lain, bahkan harus pula dengan kewajiban menegakkan apa yang berguna untuk kepentingan bersama, membantu sesuatu yang perlu bagi kehidupan bersama dan sebagainya, dan sebagainya. Dengan begitu, sifat anaa-iyah (ke akuan) dan individualistis dalam masyarakat dapat kita hindarkan. Percayalah, bahwa keselamatan makhluk sosial itu, tidak akan terlaksana apabila mereka, kita sebagai generasi penerus tidak dibina menjadi manusia yang ideal, yaitu sebuah generasi penerus yang ‘alim dan berakhlaqul karimah, yakni dengan menanamkan pada setiap diri pribadi mereka, kita sifat-sifat mulia, seperti yang diajarkan oleh Nabi kita Muhammad Shollallohu ‘Alaihi Wasallam, antara lain:
ü  Rasa persamaan; caranya banyak sabar dan memilih mengalah.
ü  Rasa kasih sayang dan marhamah; caranya menerampilkan berbicara yang baik, dan saling memperhatikan serta saling menjaga perasaan.
ü  Sikap tolong menolong; mendasarinya dengan memiliki sifat shidiq (jujur) dan amanah (menjaga kepercayaan).
ü  Jiwa bakti dan merintis kearah jalan kebaikan dan kebenaran; dengan niatan sak dermo karena Alloh.
ü  Membangun manusia seutuhnya; tentunya tidak membikin kerusakan.

            Ma’aasyirol muslimin rohima kumulloh!
            Rasa persamaan yang diketengahkan oleh ajaran Islam, tercantum di dalam Al-Qur’an, Surat Al-Mu’minun, No. Surat: 23, Ayat: 12, 13, dan 14, yang artinya: “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha suci Alloh, Pencipta yang paling baik”.

Ayat di atas, menjelaskan kepada kita, bahwa manusia itu diciptakan Alloh dari bahan baku yang sama, yaitu dari saripati tanah, dari kakek dan moyang yang sama, yaitu Nabi Adam dan Hawa, dengan cara dan proses yang sama, dengan hasil yang sama pula, yaitu sama-sama sebagai manusia, walaupun dalam rupa dan akhlaq yang berbeda.

            Saudaraku kaum muslimin member-member grup “KB” yang berbahagia!

            Sebagai makhluk sosial, tidak saja adanya rasa persamaan dari wujud sebagai manusianya, tetapi juga dalam diri pribadi setiap manusia itu lahirnya rasa marhamah (kasih sayang) antara mereka. Alloh Ta’alaa berfirman dalam Al-Qur’an, Surat Al-Hujuroot, No. Surat: 49, Ayat: 10, yang artinya: “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Oleh sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudara kamu itu dan bertaqwalah kepada Alloh, supaya kamu mendapat rohmat”.

Dalam sebuah hadits Rosululloh, bersabda:
Yang artinya: “Kasih sayangilah apa yang ada di bumi ini, nanti orang yang di langit juga akan mengasih-sayangi kamu”.

Dengan memahami, bahwa Alloh itu bersifat Rohmaan dan Rohiim, maka telah diterangkan juga sifat-sifat orang iman, yaitu ruhamaa’u bainahum, artinya berkasih sayang di antara mereka. Dan menerapkan sifat rohiim kepada sesama manusia itu, akan menyebabkan manusia yang rohiim itu akan dirohiimi pula oleh Alloh Ta’alaa. Ayat-ayat dan hadits di atas mengajak manusia terutama orang-orang yang beriman, wabil khusus kami sebagai generus untuk bersikap rohiim, kasih sayang. Karena, sifat itu merupakan pangkal dari suatu kebaikan bagi generus yang ‘alim dan berakhlaqul karimah itu sendiri, dan menjadi pokok turunnya rohmat Alloh dalam diri seorang generasi penerus yang memiliki sifat rohiim tersebut, sehingga dapat menghantarkannya menjadi generasi penerus yang betul-betul potensial, ‘alim dan berakhlaqul karimah dan mandiri, seperti yang kita harapkan bersama.

Ma’aasyirol muslimin rohima kumulloh!

Sebagai kelanjutan dari sifat marhamah tadi, kita sebagai generasi yang ‘alim dan berakhlaqul karimah dituntut untuk memeliki sifat tolong-menolong. Kedua sifat ini, yaitu sifat kasih sayang dan tolong menolong, akan melahirkan sifat cinta dan suka berkorban untuk oranglain. Dalam Al-Qur’an, Surat Al-Maa-idah, No. Surat: 5, Ayat: 2, Alloh berfirman:
Yang artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan kamu jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Alloh. Sesungguhnya Alloh sangat berat siksa-Nya”.

Jiwa ta’aawun dalam hal kebaikan dan taqwa ini, tidak saja menanamkan cinta kepada kebaikan bersama, tetapi juga memberikan kesegaran dan kegembiraan bagi kehidupan umat manusia pada umumnya, selanjutnya bahkan juga akan melahirkan suatu sifat yang lebih mulia lagi, yakni sabiqum bil khoirot, berlomba-lomba dalam kebaikan. Sebagaimana Alloh berfirman dalam Al-Qur’an, Surat Al-Mu’minun, No. Surat: 23, Ayat: 60 dan 61, yang artinya: “Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan dengan hati yang bergetar takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka. Mereka itulah orang-orang yang berlomba-lomba dalam hal kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang lebih dulu memperolehnya”.

Itulah jiwa ta’aawun (tolong menolong), yang merupakan jiwa yang mau berlomba-lomba untuk kebaikan dan kesejahteraan bersama.

Ma’aasyirol muslimin rohima kumulloh!

Semangat ta’aawun dan berlomba-lomba berbuat baik dan taqwa ini, adalah cermin generasi penerus yang ‘alim, cerdas dan berakhlaqul karimah. Dengan demikian akan menumbuh kembangkan kepada jiwa generus untuk berkorban yang ikhlas, terutama untuk melepaskan kawan sesama manusia dari penderitaan dan beban pikiran dan hidup yang melilitnya. Inilah hakekat dari buah perkembangan agama Islam yang berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits yang haq. Kian menjadi rohmat bagi orang-orang-orang di seluruh alam. Ingsyaa Alloh, di tangan kami sebagai generasi yang ‘alim dan berakhlaqul karimah ini, Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai ini, yang berfalsafah “Bhineka Tunggal Ika” akan menjadi sebuah Negara yang toto tentrem, karto raharjo, gemah ripah loh jinawi, baldatun thoyyibatun, warobbun ghofuur, yaitu sebuah negara yang subur makmur, rakyat yang sejahtera dan berketuhanan yang Maha Pengampun.

Demikianlah konsep Islam dalam membentuk generasi penerus yang berkepribadian ‘alim dan berakhlaqul karimah, dan mandiri yang kelak insya Alloh akan mewujudkan manusia-manusia yang kamil, manusia yang ideal, manusia yang seutuhnya. Sebagaimana Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wasallam menyatakan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Hakim,yang artinya: “Maukah kamu kuberi tahu tentang orang yang paling baik di antara kamu sekalian? Orang yang paling baik, ialah orang yang panjang umurnya, dan baik amal perbuatannya”.

            Kira-kira, itulah sekilas gambaran tentang generus yang ‘alim dan berakhlaqul karimah, menurut saya!
Subandi Baiturrahman

TEMAN GAUL

Teman bergaul sungguh sangat mendukung seseorang menjadi lebih baik dan bisa terus istiqomah. Sebelumnya bisa jadi malas-malasan. Namun karena melihat temannya tidak sering tidur pagi, ia pun rajin. Sebelumnya menyentuh al Qur’an pun tidak. Namun karena melihat temannya begitu rajin tilawah Al Qur’an, ia pun tertular rajinnya.

Perintah Agar Bergaul dengan Orang-Orang yang Sholih

Alloh menyatakan dalam Al Qur'an bahwa salah satu sebab utama yang membantu menguatkan iman para shahabat Nabi adalah keberadaan Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam di tengah-tengah mereka. Alloh Ta’ala berfirman,

وَكَيْفَ تَكْفُرُونَ وَأَنْتُمْ تُتْلَى عَلَيْكُمْ آَيَاتُ اللَّهِ وَفِيكُمْ رَسُولُهُ وَمَنْ يَعْتَصِمْ بِاللَّهِ فَقَدْ هُدِيَ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ

"Bagaimana mungkin (tidak mungkin) kalian menjadi kafir, sedangkan ayat-ayat Alloh dibacakan kepada kalian, dan Rosul-Nyapun berada ditengah-tengah kalian? Dan barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Alloh maka sesungguhnya dia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus." (QS. Ali 'Imron: 101).

Alloh juga memerintahkan agar selalu bersama dengan orang-orang yang baik. Alloh Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Alloh, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar(jujur)." (QS. At Taubah: 119).

Berteman dengan Pejual Minyak Misk

Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada kita agar bersahabat dengan orang yang dapat memberikan kebaikan dan sering menasehati kita.

مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ ، وَكِيرِ الْحَدَّادِ ، لاَ يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيهِ ، أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ ، وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً

“Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang sholih dan orang yang jelek adalah bagaikan berteman dengan pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau bisa membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau dapat baunya yang tidak enak.” (HR. Bukhori no. 2101, dari Abu Musa)

Hadits ini menunjukkan larangan berteman dengan orang-orang yang dapat merusak agama maupun dunia kita. Dan hadits ini juga menunjukkan dorongan agar bergaul dengan orang-orang yang dapat memberikan manfaat dalam agama dan dunia.

Lihatlah Siapa Teman Karibmu!

Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

“Seseorang akan mencocoki kebiasaan teman karibnya. Oleh karenanya, perhatikanlah siapa yang akan menjadi teman karib kalian”. (HR. Abu Daud no. 4833, Tirmidzi no. 2378, Ahmad 2/344, dari Abu Hurairah. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan. Lihat Shohihul Jaami’ 3545).

Bersahabat dan bergaul dengan orang-orang yang pelit, akan mengakibatkan kita tertular pelitnya. Sedangkan bersahabat dengan orang yang zuhud, membuat kita juga ikut zuhud dalam masalah dunia. Karena memang asalnya seseorang akan mencontoh teman dekatnya.

Oleh karena itu, pandai-pandailah memilih teman bergaul. Jauhilah teman bergaul yang jelek jika tidak mampu merubah mereka. Jangan terhanyut dengan pergaulan yang malas-malasan dan penuh kejelekan.

Banyak sekali yang menjadi baik karena pengaruh lingkungan yang baik. Yang sebelumnya malas sholat jama’ah, akhirnya mulai rajin. Sebaliknya, banyak yang menjadi rusak pula karena lingkungan yang jelek.

Minggu, 03 April 2011

Mengapa Masih Menunda Pernikahan?

Semakin lama sepasang insan saling mengenal untuk tujuan pernikahan, maka semakin besar godaan untuk melakukan aktifitas ‘pacaran’ ala kehidupan barat (yang sudah dianggap lumrah), yang jelas sangat dilarang dalam Islam.

Banyak perkara yang dilarang oleh Islam, namun dianggap biasa dan wajar oleh remaja (bahkan oleh orangtuanya sekalipun) di zaman ini, misalnya pergi berduaan, berpegangan tangan, saling memandang, hingga bermesaraan, bahkan mereka menganggap wajar hubungan badan yang seharusnya hanya boleh dilakukan oleh sepasang suami-istri. Menunda pernikahan bisa berakibat terjerumusnya para remaja pada perbuatan yang zina atau yang berpotensi mengarah ke perbuatan zina.

Padahal agama Islam yang mulia ini telah menjelaskan bahwa jangankan zina, mendekatinya saja diharamkan,

“Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.”. (QS. Al-Israa’:32 )

Dalam memilih pasangan hidup, Rosululloh -Shollallohu ‘alaihi wasallam- telah menyampaikan petunjuk yang mudah namun sangat jarang dijadikan rujukan di zaman sekarang :

“Jika datang seorang lelaki yang melamar anak gadismu, yang engkau ridhoi agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah (musibah) dan kerusakan yang merata dimuka bumi “

HR.At-Tirmidziy dalam Kitab An-Nikah(1084 & 1085), dan Ibnu Majah dalam Kitab An-Nikah(1967). Di-hasan-kan oleh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (1022)]

Jadi, yang terpenting adalah ketaatan sang calon suami/istri kita kepada Alloh dan Rosul-Nya, bukan kekayaan dan kemewahan. Sebuah rumah yang berhiaskan ketaqwaan dan kesholehan dari sepasang suami istri adalah modal surgawi, yang akan melahirkan kebahagian, kedamaian, kemuliaan, dan ketentraman.

Nabi Shollallohu ‘alaihi wasallam- juga telah menyerukan :

“Wahai para pemuda! Barang siapa diantara kalian yang telah mampu, maka menikahlah, karena demikian (nikah) itu lebih menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Barang siapa yang belum mampu, maka berpuasalah, karena puasa akan menjadi perisai baginya”.

[HR. Al-Bukhoriy (4778), dan Muslim (1400), Abu Dawud (2046), An-Nasa'iy (2246)]

Rosululloh -Shollallohu ‘alaihi wasallam- telah menganjurkan umatnya untuk mempermudah dan jangan mempersulit dalam menerima lamaran dengan sabdanya,

“Diantara berkahnya seorang wanita, memudahkan urusan (nikah)nya, dan sedikit maharnya”.

[HR. Ahmad dalam Al-Musnad (24651), Al-Hakim dalam Al-Mustadrok (2739), Al-Baihaqiy dalam Al-Kubro (14135), Ibnu Hibban dalam Shohih-nya (4095), Al-Bazzar dalam Al-Musnad (3/158), Ath-Thobroniy dalam Ash-Shoghir (469). Di-hasan-kan Al-Albaniy dalam Shohih Al-Jami' (2231)]

Perkara meninggikan mahar, dan mempersulit pemuda yang mau menikah, ini telah diingkari oleh Umar -radhiyallahu ‘anhu-. Umar -radhiyallahu ‘anhu- berkata,

“Ingatlah, jangan kalian berlebih-lebihan dalam memberikan mahar kepada wanita karena sesungguhnya jika hal itu adalah suatu kemuliaan di dunia dan ketaqwaan di akhirat, maka Nabi -Shollallohu ‘alaihi wasallam- adalah orang yang paling berhak dari kalian. Tidak pernah Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- memberikan mahar kepada seorang wanitapun dari istri-istri beliau dan tidak pula diberi mahar seorang wanitapun dari putri-putri beliau lebih dari dua belas uqiyah (satu uqiyah sama dengan 40 dirham)”.

[HR.Abu Dawud (2106), At-Tirmidzi(1114),Ibnu Majah(1887), Ahmad(I/40&48/no.285&340). Di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Takhrij Al-Misykah (3204)]

Pernikahan memang memerlukan materi, namun itu bukanlah segala-galanya, karena agungnya pernikahan tidak bisa dibandingkan dengan materi. Janganlah hanya karena materi, menjadi penghalang bagi saudara kita untuk meraih kebaikan dengan menikah.

Yang jelas ia adalah seorang calon suami yang taat beragama, dan mampu menghidupi keluarganyanya kelak. Sebab pernikahan bertujuan menyelamatkan manusia dari perilaku yang keji (zina), dan mengembangkan keturunan yang menegakkan tauhid di atas muka bumi ini.

Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- pernah bersabda bahwa Alloh akan menolong orang yang berniat baik untuk menikah :

“Ada tiga orang yang wajib bagi Alloh untuk menolongnya: Orang yang berperang di jalan Alloh, budak yang ingin membebaskan dirinya, dan orang yang menikah karena ingin menjaga kesucian diri”.

[HR. At-Tirmidziy (1655), An-Nasa'iy (3120 & 1655), Ibnu Majah (2518). Di-hasan-kan oleh Al-Albaniy dalam Takhrij Al-Misykah (3089)]

Orang tua yang bijaksana tidak akan tentram hatinya sebelum ia menikahkan anaknya yang telah cukup usia. Karena itu adalah tanggung-jawab orang tua demi menyelamatkan masa depan anaknya. Oleh karena itu, diperlukan kesadaran orang tua semua untuk saling tolong-menolong dalam hal kebaikan. Ingatlah sabda Nabi -Shollallohu ‘alaihi wasallam-

“Agama adalah mudah dan tidak seorangpun yang mempersulit dalam agama ini, kecuali ia akan terkalahkan”. [HR. Al-Bukhory (39), dan An-Nasa'iy(5034)]

Rosululloh -Shollallohu ‘alaihi wasallam- memerintahkan umatnya untuk menerapkan prinsip islam yang mulia ini dalam kehidupan mereka sebagaimana dalam sabda Beliau,

“permudahlah dan jangan kalian mempersulit, berilah kabar gembira dan jangan kalian membuat orang lari”. [HR.Al-Bukhory(69& 6125), dan Muslim(1734)]
 by :
أبو هريره

Senin, 28 Maret 2011

Juara 1 tournamen BUPATI cup ke 2


tournament BUPATI CUP 2 KLATEN

Sabtu, 12 Maret 2011

23 Cara Berbakti pada Orang Tua

Banyak hadist dan qur’an yang menuntun kita untuk berbuat baik pada orang tua kita, berikut ini aku sertakan 23 cara verbakti pada orang tua :
1. Berbicaralah kamu kepada kedua orang tuamu dengan adab dan janganlah mengucapkan “Ah” kepada mereka, jangan hardik mereka, berucaplah kepada mereka dengan ucapan yang mulia.
2. Selalu taati mereka berdua di dalam perkara selain maksiat, dan tidak ada ketaatan kepada makhluk di dalam bermaksiat kepada sang Khalik.
3. Lemah lembutlah kepada kedua orangtuamu, janganlah bermuka masam serta memandang mereka dengan pandangan yang sinis.
4. Jagalah nama baik, kemuliaan, serta harta mereka. Janganlah engkau mengambil sesuatu tanpa seizin mereka.
5. Kerjakanlah perkara-perkara yang dapat meringankan beban mereka meskipun tanpa diperintah. Seperti melayani mereka, belanja ke warung, dan pekerjaan rumah lainnya, serta bersungguh-sungguhlah dalam menuntut ilmu.
6. Bermusyawarahlah dengan mereka berdua dalam seluruh kegiatanmu. Dan berikanlah alasan jika engkau terpaksa menyelisihi pendapat mereka.
7. Penuhi panggilan mereka dengan segera dan disertai wajah yang berseri dan menjawab, “Ya ibu, ya ayah”. Janganlah memanggil dengan, “Ya papa, ya mama”, karena itu panggilan orang asing (orang-orang barat maksudnya –pent.).
8. Muliakan teman serta kerabat mereka ketika kedua orang tuamu masih hidup, begitu pula setelah mereka telah wafat.
9. Janganlah engkau bantah dan engkau salahkan mereka berdua. Santun dan beradablah ketika menjelaskan yang benar kepada mereka.
10. Janganlah berbuat kasar kepada mereka berdua, jangan pula engkau angkat suaramu kepada mereka. Diamlah ketika mereka sedang berbicara, beradablah ketika bersama mereka. Janganlah engkau berteriak kepada salah seorang saudaramu sebagai bentuk penghormatan kepada mereka berdua.
11. Bersegeralah menemui keduanya jika mereka mengunjungimu, dan ciumlah kepala mereka.
12. Bantulah ibumu di rumah. Dan jangan pula engkau menunda membantu pekerjaan ibumu.
13. Janganlah engkau pergi jika mereka berdua tidak mengizinkan meskipun itu untuk perkara yang penting. Apabila kondisinya darurat maka berikanlah alasan ini kepada mereka dan janganlah putus komunikasi dengan mereka.
14. Janganlah masuk menemui mereka tanpa izin terlebih dahulu, apalagi di waktu tidur dan istirahat mereka.
15. Jika engkau kecanduan merokok, maka janganlah merokok di hadapan mereka.
16. Jangan makan dulu sebelum mereka makan, muliakanlah mereka dalam (menyajikan) makanan dan minuman.
17. Janganlah engkau berdusta kepada mereka dan jangan mencela mereka jika mereka mengerjakan perbuatan yang tidak engkau sukai.
18. Jangan engkau utamakan istri dan anakmu di atas mereka. Mintalah keridhaan mereka berdua sebelum melakukan sesuatu karena ridha Allah tergantung ridha orang tua. Begitu juga kemurkaan Allah tergantung kemurkaan mereka berdua.
19. Jangan engkau duduk di tempat yang lebih tinggi dari mereka. Jangan engkau julurkan kakimu di hadapan mereka karena sombong.
20. Jangan engkau menyombongkan kedudukanmu di hadapan bapakmu meskipun engkau seorang pejabat besar. Hati-hati, jangan sampai engkau mengingkari kebaikan-kebaikan mereka berdua atau menyakiti mereka walaupun dengan hanya satu kalimat.
21. Jangan pelit dalam memberikan nafkah kepada kedua orang tua sampai mereka mengeluh. Ini merupakan aib bagimu. Engkau juga akan melihat ini terjadi pada anakmu. Sebagaimana engkau memperlakukan orang tuamu, begitu pula engkau akan diperlakukan sebagai orang tua.
22. Banyaklah berkunjung kepada kedua orang tua, dan persembahkan hadiah bagi mereka. Berterimakasihlah atas perawatan mereka serta atas kesulitan yang mereka hadapi. Hendaknya engkau mengambil pelajaran dari kesulitanmu serta deritamu ketika mendidik anak-anakmu.
23. Orang yang paling berhak untuk dimuliakan adalah ibumu, kemudian bapakmu. Dan ketahuilah bahwa surga itu di telapak kaki ibu-ibu kalian.
24. Berhati-hati dari durhaka kepada kedua orang tua serta dari kemurkaan mereka. Engkau akan celaka dunia akhirat. Anak-anakmu nanti akan memperlakukanmu sama seperti engkau memperlakukan kedua orangtuamu.
25. Jika engkau meminta sesuatu kepada kedua orang tuamu, mintalah dengan lembut dan berterima kasihlah jika mereka memberikannya. Dan maafkanlah mereka jika mereka tidak memberimu. Janganlah banyak meminta kepada mereka karena hal itu akan memberatkan mereka berdua.
26. Jika engkau mampu mencukupi rezeki mereka maka cukupilah, dan bahagiakanlah kedua orangtuamu. 27. Sesungguhnya orang tuamu punya hak atas dirimu. Begitu pula pasanganmu (suami/istri) memiliki hak atas dirimu. Maka penuhilah haknya masing-masing. Berusahalah untuk menyatukan hak tersebut apabila saling berbenturan. Berikanlah hadiah bagi tiap-tiap pihak secara diam-diam.
28. Jika kedua orang tuamu bermusuhan dengan istrimu maka jadilah engkau sebagai penengah. Dan pahamkan kepada istrimu bahwa engkau berada di pihaknya jika dia benar, namun engkau terpaksa melakukannya karena menginginkan ridha kedua orang tuamu.
29. Jika engkau berselisih dengan kedua orang tuamu di dalam masalah pernikahan atau perceraian, maka hendaknya kalian berhukum kepada syari’at karena syari’atlah sebaik-baiknya pertolongan bagi kalian.
30. Doa kedua orang itu mustajab baik dalam kebaikan maupun doa kejelekan. Maka berhati-hatilah dari doa kejelekan mereka atas dirimu.
31. Beradablah yang baik kepada orang-orang. Siapa yang mencela orang lain maka orang tersebut akan kembali mencelanya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Termasuk dosa besar adalah seseorang mencela kedua orang tuanya dengan cara dia mencela bapaknya orang lain, maka orang tersebut balas mencela bapaknya. Dia mencela ibu seseorang, maka orang tersebut balas mencela ibunya.” (Muttafaqun ‘alaihi).
32. Kunjungilah mereka disaat mereka hidup dan ziarahilah ketika mereka telah wafat. Bershadaqahlah atas nama mereka dan banyaklah berdoa bagi mereka berdua dengan mengucapkan, “Wahai Rabb-ku ampunilah aku dan kedua orang tuaku. Waha Rabb-ku, rahmatilah mereka berdua sebagaimana mereka telah merawatku ketika kecil”.
Diambil dari catatan: Miftah Fauzi

MENGAPA TAKUT MENIKAH

hidup di zaman yang mengajarkan pergaulan bebas, menonjolkan aurat, dan mempertontonkan perzinaan. Bila mereka tidak saja berani kepada Allah dengan melakukan tindakan yang tidak hanya merusak diri, melainkan juga menghancurkan institusi rumah tangga.
Mengapa kita takut untuk mentaati Allah dengan membangun rumah tangga yang kokoh? Bila kita beralasan ada resiko yang harus dipikul setelah menikah, bukankah perzinaan juga punya segudang resiko? Bahkan resikonya lebih besar. Bukankankah melajang ada juga resikonya?
Hidup, bagaimanapun adalah sebuah resiko. Mati pun resiko. Yang tidak ada resikonya adalah bahwa kita tidak dilahirkan ke dunia. Tetapi kalau kita berpikir bagaimana lari dari resiko, itu pemecahan yang mustahil. Allah tidak pernah mengajarkan kita agar mencari pemecahan yang mustahil. Bila ternyata segala sesuatu ada resikonya, maksiat maupun taat, mengapa kita tidak segera melangkah kepada sikap yang resikonya lebih baik? Sudah barang tentu bahwa resiko pernikahan lebih baik daripada resiko pergaulan bebas (baca: zina). Karenanya Allah mengajarkan pernikahan dan menolak perzinaan.
Banyak alasan dari kawan-kawan yang masih melajang, padahal ia mampu untuk menikah. Setelah saya kejar alasannya, ternyata semua alasan itu tidak berpijak pada fondasi yang kuat, ada yang beralasan untuk mengumpulkan bekal terlebih dahulu, ada yang beralasan untuk mencari ilmu dulu, dan lain sebagainya. Berikut ini kita akan mengulas mengenai mengapa kita harus segera menikah? Sekaligus di celah pembahasan saya akan menjawab atas beberapa alasan yang pernah mereka kemukakan untuk membenarkan sikap.
Menikah itu Fitrah
Allah Taala menegakkan sunnah-Nya di alam ini atas dasar berpasang-pasangan. Wa min kulli syaiin khalaqnaa zaujain, “dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan” (Adz-Dzariyaat: 49). Ada siang ada malam, ada laki ada perempuan. Masing-masing memerankan fungsinya sesuai dengan tujuan utama yang telah Allah rencanakan. Tidak ada dari sunnah tersebut yang Allah ubah, kapanpun dan di manapun berada. Walan tajida lisunnatillah tabdilla, ” dan kamu sekali-kali tidak akan mendapati perubahan pada sunnah Allah” (Al-Ahzab: 62). Walan tajida lisunnatillah tahwiila, “dan kamu tidak akan mendapati perubahan bagi ketetapan kami itu.” (Al-Isra: 77)
Dengan melanggar sunnah itu berarti kita telah meletakkan diri pada posisi bahaya. Karena tidak mungkin Allah meletakkan sebuah sunnah tanpa ada kesatuan dan keterkaitan dengan sIstem lainnya yang bekerja secara sempurna secara universal.
Manusia dengan kecanggihan ilmu dan peradabannya yang dicapai, tidak akan pernah mampu menggantikan sunnah ini dengan cara lain yang dikarang otaknya sendiri. Mengapa? Sebab, Allah swt. telah membekali masing-masing manusia dengan fitrah yang sejalan dengan sunnah tersebut. Melanggar sunnah artinya menentang fitrahnya sendiri.
Bila sikap menentang fitrah ini terus-menerus dilakukan, maka yang akan menanggung resikonya adalah manusia itu sendiri. Secara kasat mata, di antara yang paling tampak dari rahasia sunnah berpasang-pasangan ini adalah untuk menjaga keberlangsungan hidup manusia dari masa ke masa sampai titik waktu yang telah Allah tentukan. Bila institusi pernikahan dihilangkan, bisa dipastikan bahwa mansuia telah musnah sejak ratusan abad yang silam.
Mungkin ada yang nyeletuk, tapi kalau hanya untuk mempertahankan keturunan tidak mesti dengan cara menikah. Dengan pergaulan bebas pun bisa. Anda bisa berkata demikian. Tetapi ada sisi lain dari fitrah yang juga Allah berikan kepada masing-masing manusia, yaitu: cinta dan kasih sayang, mawaddah wa rahmah. Kedua sisi fitrah ini tidak akan pernah mungkin tercapai dengan hanya semata pergaulan bebas. Melainkan harus diikat dengan tali yang Allah ajarkan, yaitu pernikahan. Karena itulah Allah memerintahkan agar kita menikah. Sebab itulah yang paling tepat menurut Allah dalam memenuhi tuntutan fitrah tersebut. Tentu tidak ada bimbingan yang lebih sempurna dan membahagiakan lebih dari daripada bimbingan Allah.
Allah berfirman fankihuu, dengan kata perintah. Ini menunjukan pentingnya hakikat pernikahan bagi manusia. Jika membahayakan, tidak mungkin Allah perintahkan. Malah yang Allah larang adalah perzinaan. Walaa taqrabuzzina, dan janganlah kamu mendekati zina (Al-Israa: 32). Ini menegaskan bahwa setiap yang mendekatkan kepada perzinaan adalah haram, apalagi melakukannya. Mengapa? Sebab Allah menginginkan agar manusia hidup bahagia, aman, dan sentosa sesuai dengan fitrahnya.
Mendekati zina dengan cara apapun, adalah proses penggerogotan terhadap fitrah. Dan sudah terbukti bahwa pergaulan bebas telah melahirkan banyak bencana. Tidak saja pada hancurnya harga diri sebagai manusia, melainkan juga hancurnya kemanusiaan itu sendiri. Tidak jarang kasus seorang ibu yang membuang janinnya ke selokan, ke tong sampah, bahkan dengan sengaja membunuhnya, hanya karena merasa malu menggendong anaknya dari hasil zina.
Perhatikan bagaimanan akibat yang harus diterima ketika institusi pernikahan sebagai fitrah diabaikan. Bisa dibayangkan apa akibat yang akan terjadi jika semua manusia melakukan cara yang sama. Ustadz Fuad Shaleh dalam bukunya liman yuridduz zawaj mengatakan, Orang yang hidup melajang biasanya sering tidak normal: baik cara berpikir, impian, dan sikapnya. Ia mudah terpedaya oleh syetan, lebih dari mereka yang telah menikah
Menikah Itu Ibadah
Dalam surat Ar-Rum: 21, Allah menyebutkan pentingnya mempertahankan hakikat pernikahan dengan sederet bukti-bukti kekuasaan-Nya di alam semesta. Ini menunjukkan bahwa dengan menikah kita telah menegakkan satu sisi dari bukti kekusaan Allah swt. Dalam sebuah kesempatan Rasulullah saw. lebih menguatkan makna pernikahan sebagai ibadah, “Bila seorang menikah berarti ia telah melengkapi separuh dari agamanya, maka hendaknya ia bertakwa kepada Allah pada paruh yang tersisa. (HR. Baihaqi, hadits Hasan)
Belum lagi dari sisi ibadah sosial. Dimana sebelum menikah kita lebih sibuk dengan dirinya, tapi setelah menikah kita bisa saling melengkapi, mendidik istri dan anak. Semua itu merupakan lapangan pahala yang tak terhingga. Bahkan dengan menikah, seseorang akan lebih terjaga moralnya dari hal-hal yang mendekati perzinaan. Alquran menyebut orang yang telah menikah dengan istilah muhshan atau muhshanah (orang yang terbentengi) . Istilah ini sangat kuat dan menggambarkan bahwa kepribadian orang yang telah menikah lebih terjaga dari dosa daripada mereka yang belum menikah.
Bila ternyata pernikahan menunjukkan bukti kekuasan Allah, membantu tercapainya sifat takwa. dan menjaga diri dari tindakan amoral, maka tidak bisa dipungkiri bahwa pernikahan merupakan salah satu ibadah yang tidak kalah pahalanya dengan ibadah-ibadah lainnya. Jika ternyata Anda setiap hari bisa menegakkan ibadah shalat, dengan tenang tanpa merasa terbebani, mengapa Anda merasa berat dan selalu menunda untuk menegakkan ibadah pernikahan, wong ini ibadah dan itupun juga ibadah.
Pernikahan dan Penghasilan
Seringkali kita mendapatkan seorang jejaka yang sudah tiba waktu menikah, jika ditanya mengapa tidak menikah, ia menjawab belum mempunyai penghasilan yang cukup. Padahal waktu itu ia sudah bekerja. Bahkan ia mampu membeli motor dan HP. Tidak sedikit dari mereka yang mempunyai mobil. Setiap hari ia harus memengeluarkan biaya yang cukup besar dari penggunakan HP, motor, dan mobil tersebut. Bila setiap orang berpikir demikian apa yang akan terjadi pada kehidupan manusia?
Saya belum pernah menemukan sebuah riwayat yang menyebutkan bahwa Rasulullah saw. melarang seorang sahabatnya yang ingin menikah karena tidak punya penghasilan. Bahkan dalam beberapa riwayat yang pernah saya baca, Rasulullah saw. bila didatangi seorang sahabatnya yang ingin menikah, ia tidak menanyakan berapa penghasilan yang diperoleh perbulan, melainkan apa yang ia punya untuk dijadikan mahar. Mungkin ia mempunyai cincin besi? Jika tidak, mungkin ada pakaiannya yang lebih? Jika tidak, malah ada yang hanya diajarkan agar membayar maharnya dengan menghafal sebagian surat Alquran.
Apa yang tergambar dari kenyatan tersebut adalah bahwa Rasulullah saw. tidak ingin menjadikan pernikahan sebagai masalah, melainkan sebagai pemecah persoalan. Bahwa pernikahan bukan sebuah beban, melainkan tuntutan fitrah yang harus dipenuhi. Seperti kebutuhan Anda terhadap makan, manusia juga butuh untuk menikah. Memang ada sebagian ulama yang tidak menikah sampai akhir hayatnya seperti yang terkumpul dalam buku Al-ulamaul uzzab alladziina aatsarul ilma alaz zawaj. Tetapi, itu bukan untuk diikuti semua orang. Itu adalah perkecualian. Sebab, Rasulullah saw. pernah melarang seorang sahabatanya yang ingin hanya beribadah tanpa menikah, lalu menegaskan bahwa ia juga beribadah tetapi ia juga menikah. Di sini jelas sekali bagaimana Rasulullah saw. selalu menuntun kita agar berjalan dengan fitrah yang telah Allah bekalkan tanpa merasakan beban sedikit pun.
Memang masalah penghasilan hampir selalu menghantui setiap para jejaka muda maupun tua dalam memasuki wilayah pernikahan. Sebab yang terbayang bagi mereka ketika menikah adalah keharusan membangun rumah, memiliki kendaraan, mendidik anak, dan seterusnya di mana itu semua menuntut biaya yang tidak sedikit. Tetapi kenyataannya telah terbukti dalam sejarah hidup manusia sejak ratusan tahun yang lalu bahwa banyak dari mereka yang menikah sambil mencari nafkah. Artinya, tidak dengan memapankan diri secara ekonomi terlebih dahulu. Dan ternyata mereka bisa hidup dan beranak-pinak. Dengan demikian kemapanan ekonomi bukan persyaratan utama bagi sesorang untuk memasuki dunia pernikahan.
Mengapa? Sebab, ada pintu-pintu rezeki yang Allah sediakan setelah pernikahan. Artinya, untuk meraih jatah rezki tersebut pintu masuknya menikah dulu. Jika tidak, rezki itu tidak akan cair. Inilah pengertian ayat iyyakunu fuqara yughnihimullahu min fadhlihi wallahu waasiun aliim, jika mereka miskin Allah akan mampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas lagi Maha mengetahui (An-Nur: 32). Ini adalah jaminan langsung dari Allah, agar masalah penghasilan tidak dikaitkan dengan pernikahan. Artinya, masalah rezki satu hal dan pernikahan hal yang lain lagi.
Abu Bakar Ash-Shidiq ketika menafsirkan ayat itu berkata,Taatilah Allah dengan menikah. Allah akan memenuhi janjinya dengan memberimu kekayaan yang cukup.Al-Qurthubi berkata, Ini adalah janji Allah untuk memberikan kekayaan bagi mereka yang menikah untuk mencapai ridha Allah, dan menjaga diri dari kemaksiatan. (lihat Tafsirul Quthubi, Al Jamiliahkamil Quran juz 12 hal. 160, Darul Kutubil Ilmiah, Beirut).
Rasulullah saw. pernah mendorong seorang sahabatnya dengan berkata, Menikahlah dengan penuh keyakinan kepada Allah dan harapan akan ridhaNya, Allah pasti akan membantu dan memberkahi. (HR. Thabarni). Dalam hadits lain disebutkan: Tiga hal yang pasti Allah bantu, di antaranya: Orang menikah untuk menjaga diri dari kemaksiatan. (HR. Turmudzi dan Nasaai
Imam Thawus pernah berkata kepada Ibrahim bin Maysarah,Menikahlah segera, atau saya akan mengulang perkataan Umar Bin Khattab kepada Abu Zawaid: Tidak ada yang menghalangimu dari pernikahaan kecuali kelemahanmu atau perbuatan maksiat.(lihat Siyar Alamun Nubala oleh Imam Adz Dzahaby). Ini semua secara makna menguatkan pengertian ayat di atas. Di mana Allah tidak akan pernah membiarkan hamba-Nya yang bertakwa kepada Allah dengan membangun pernikahan.
Persoalannya sekarangan, mengapa banyak orang berkeluarga yang hidup melarat? Kenyataan ini mungkin membuat banyak jejaka berpikir dua kali untuk menikah. Dalam masalah nasib kita tidak bisa mengeneralisir apa yang terjadi pada sebagian orang. Sebab, masing-masing ada garis nasibnya. Kalau itu pertanyaanya, kita juga bisa bertanya: mengapa Anda bertanya demikian? Bagaimana kalau Anda melihat fakta yang lain lagi bahwa banyak orang yang tadinya melarat dan ternyata setelah menikah hidupnya lebih makmur? Dari sini bahwa pernikahan bukan hambatan, dan kemapanan penghasilan bukan sebuah persyaratan utama.
Yang paling penting adalah kesiapan mental dan kesungguhan untuk memikul tanggung jawab tersebut secara maksimal. Saya yakin bahwa setiap perbuatan ada tanggung jawabnya. Berzina pun bukan berarti setelah itu selesai dan bebas tanggungjawab. Melainkan setelah itu ia harus memikul beban berat akibat kemaksiatan dan perzinaan. Kalau tidak harus mengasuh anak zina, ia harus menanggung dosa zina. Keduanya tanggung jawab yang kalau ditimbang-timbang, tidak kalah beratnya dengan tanggung jawab pernikahan.
Bahkan tanggung jawab menikah jauh lebih ringan, karena masing-masing dari suami istri saling melengkapi dan saling menopang. Ditambah lagi bahwa masing-masing ada jatah rezekinya yang Allah sediakan. Tidak jarang seorang suami yang bisa keluar dari kesulitan ekonomi karena jatah rezeki seorang istri. Bahkan ada sebuah rumah tangga yang jatah rezekinya ditopang oleh anaknya. Perhatikan bagaimana keberkahan pernikahan yang tidak hanya saling menopang dalam mentaati Allah, melainkan juga dalam sisi ekonomi.
Pernikahan dan Menuntut Ilmu
Seorang kawan pernah mengatakan, ia ingin mencari ilmu terlebih dahulu, baru setelah itu menikah. Anehnya, ia tidak habis-habis mencari ilmu. Hampir semua universitas ia cicipi. Usianya sudah begitu lanjut. Bila ditanya kapan menikah, ia menjawab: saya belum selesai mencari ilmu.
Ada sebuah pepatah diucapkan para ulama dalam hal mencari ilmu: lau anffaqta kullaha lan tashila illa ilaa badhiha, seandainya kau infakkan semua usiamu “untuk mencari ilmu“, kau tidak akan mendapatkannya kecuali hanya sebagiannya. Dunia ilmu sangat luas. Seumur hidup kita tidak akan pernah mampu menelusuri semua ilmu. Sementara menikah adalah tuntutan fitrah. Karenanya, tidak ada aturan dalam Islam agar kita mencari ilmu dulu baru setelah itu menikah.
Banyak para ulama yang menikah juga mencari ilmu. Benar, hubungan mencari ilmu di sini sangat berkait erat dengan penghasilan. Tetapi banyak sarjana yang telah menyelesaikan program studinya bahkan ada yang sudah doktor atau profesor, tetapi masih juga pengangguran dan belum mendapatkan pekerjaan. Artinya, menyelesaikan periode studi juga bukan jaminan untuk mendapatkan penghasilan. Sementara pernikahan selalu mendesak tanpa semuanya itu. Di dalam Alquran maupun Sunnah, tidak ada tuntunan keharusan menunda pernikahan demi mencari ilmu atau mencari harta. Bahkan, banyak ayat dan hadits berupa panggilan untuk segera menikah, terlepas apakah kita sedang mencari ilmu atau belum mempunyai penghasilan.
Berbagai pengalaman membuktikan bahwa menikah tidak menghalangi seorang dalam mencari ilmu. Banyak sarjana yang berhasil dalam mencari ilmu sambil menikah. Begitu juga banyak yang gagal. Artinya, semua itu tergantung kemauan orangnya. Bila ia menikah dan tetap berkemauan tinggi untuk mencari ilmu, ia akan berhasil. Sebaliknya, jika setelah menikah kemauannya mencari ilmu melemah, ia gagal. Pada intinya, pernikahan adalah bagian dari kehidupan yang harus juga mendapatkan porsinya. Perjuangan seseorang akan lebih bermakna ketika ia berjuang juga menegakkan rumah tungga yang Islami.
Rasulullah saw. telah memberikan contoh yang sangat mengagumkan dalam masalah pernikahan. Beliau menikah dengan sembilan istri. Padahal beliau secara ekonmi bukan seorang raja atau konglomerat. Tetapi semua itu Rasulullah jalani dengan tenang dan tidak membuat tugas-tugas kerasulannya terbengkalai. Suatu indikasi bahwa pernikahan bukan hal yang harus dipermasalahkan, melainkan harus dipenuhi. Artinya, seorang yang cerdas sebenarnya tidak perlu didorong untuk menikah, sebab Allah telah menciptakan gelora fitrah yang luar biasa dalam dirinya. Dan itu tidak bisa dipungkiri. Masing-masing orang lebih tahu dari orang lain mengenai gelora ini. Dan ia sendiri yang menanggung perih dan kegelisahan gelora ini jika ia terus ditahan-tahan.
Untuk memenuhi tuntutan gelora itu, tidak mesti harus selesai study dulu. Itu bisa ia lakukan sambil berjalan. Kalaupun Anda ingin mengambil langkah seperti para ulama yang tidak menikah (uzzab) demi ilmu, silahkan saja. Tetapi apakah kualitas ilmu Anda benar-benar seperti para ulama itu? Jika tidak, Anda telah rugi dua kali: ilmu tidak maksimal, menikah juga tidak. Bila para ulama uzzab karena saking sibuknya dengan ilmu sampai tidak sempat menikah, apakah Anda telah mencapai kesibukan para ulama itu sehingga Anda tidak ada waktu untuk menikah? Dari sini jika benar-benar ingin ikut jejak ulama uzzab, yang diikuti jangan hanya tidak menikahnya, melainkan tingkat pencapaian ilmunya juga. Agar seimbang.
Kesimpulan
Sebenarnya pernikahan bukan masalah. Menikah adalah jenjang yang harus dilalui dalam kondisi apapun dan bagaimanapun. Ia adalah sunnatullah yang tidak mungkin diganti dengan cara apapun. Bila Rasulullah menganjurkan agar berpuasa, itu hanyalah solusi sementara, ketika kondisi memang benar-benar tidak memungkinkan. Tetapi dalam kondisi normal, sebenarnya tidak ada alasan yang bisa dijadikan pijakan untuk menunda pernikahan.
Agar pernikahan menjadi solusi alternatif, mari kita pindah dari pengertian pernikahan sebagai beban ke pernikahan sebagai ibadah. Seperti kita merasa senang menegakkan shalat saat tiba waktunya dan menjalankan puasa saat tiba Ramadhan, kita juga seharusnya merasa senang memasuki dunia pernikahan saat tiba waktunya dengan tanpa beban. Apapun kondisi ekonomi kita, bila keharusan menikah telah tiba menjalani saja dengan jiwa tawakkal kepada Allahâ€. Sudah terbukti, orang-orang bisa menikah sambil mencari nafkah. Allah tidak akan pernah membiarkan hambaNya yang berjuang di jalanNya untuk membangun rumah tangga sejati.
Perhatikan mereka yang suka berbuat maksiat atau berzina. Mereka begitu berani mengerjakan itu semua padahal perbuatan itu tidak hanya dibenci banyak manusia, melainkan lebih dari itu dibenci Allah. Bahkan Allah mengancam mereka dengan siksaan yang pedih. Melihat kenyataan ini, seharusnya kita lebih berani berlomba menegakkan pernikahan, untuk mengimbangi mereka. Terlebih Allah menjanjikan kekayaan suatu jaminan yang luar biasa bagi mereka yang bertakwa kepada-Nya dengan membangun pernikahan. Wallahu a'lam bishshawab.
Kaya Dengan Menikah
Lebih dari 1400 tahun yang lalu telah turun ayat :
(وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ)
“Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang patut (nikah) dari hamba-hamba sahayamu yang perempuan.Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya.Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui”. ( An-nur : 32 )
Ayat ini menegaskan bahwa pernikahan dapat menjadi penyebab kekayaan berdasarkan firman Allah :
“Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya.Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui”
Tetapi sebagian orang jahiliyah dahulu, karena mereka takut miskin, mereka membunuh dan atau mengubur anak-anak gadis mereka. Oleh karena itu turunlah firman Allah ta’ala :
(وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئًا كَبِيرًا)
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar”. ( Al-Israa : 31 )
Maka dalam ayat ini terdapat jaminan dari Allah tentang rizki anak dan orangtua.
Sangat wajar bahwa kita semenjak dahulu tidak tahu bahwa ayat ini menyimpan satu mukjizat ilmu, karena seorang yang beriman dia beriman dan yakin kepada kebenaran ayat ini dan tidak ragu bahwa Allah mampu memberi rizki untuknya. Tapi orang yang lemah imannya akan bertanya – tanya : “Darimana Allah memberi saya rizki ?”, Kapan dan bagaimana ?”
Dan adapun para ateis, mereka tidaklah percaya dan tidak yakin dengan ayat ini, yang ia percayai adalah bahwa pernikahan atau anak-anak merupakan masalah ekonomi. Oleh karena itu kita dapati bahwa orang-orang barat sangat bersandar dengan doktrin ini dan membatasi keturunan dengan satu atau maksimal dua anak saja.Tapi, tak seorang pun membayangkan dan berfikiran bahwa dengan hanya sekedar menikah, bahwa itu sudah menjadi sarana untuk menambah pendapatan dan penghasilan.
Majalah Time Amerika pernah melakukan penelitian di Ohio State University, yang menunjukkan bahwa orang – orang yang telah menikah dan punya anak, pendapatan mereka naik sebesar 16 persen per tahun, berbeda dengan orang – orang yang belum menikah dimana pendapatan mereka hanya naik 8 persen pertahun.
Dalam penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa manfaat dari pernikahan tidak terbatas hanya pada manfaat yang diketahui sebelumnya dan yang berhubungan dengan rasa ketentraman, tetapi juga untuk pengurangan jumlah kemiskinan di masyarakat.
Dua orang peneliti, yaitu Maria Kanchin, peneliti dari University of Wisconsin, dan Deborah Reed, direktur penelitian di Pusat Penelitian Politik Matematika, telah melakukan sebuah penelitian yang diterbitkan dalam buku “Perubahan Kemiskinan Perubahan Politik”, yang membahas tentang rendahnya angka perkawinan dan tingginya tingkat perceraian serta dampaknya terhadap tingkat kemiskinan.
Penelitian menunjukkan bahwa jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan di Amerika Serikat akan naik 2,6 persen karena tingginya kasus perceraian, disamping juga kedua peneliti mendapatkan kesimpulan bahwa wanita yang sudah menikah memiliki peluang lebih besar untuk mendapatkan pekerjaan untuk menambah pendapatan daripada yang belum menikah.
Studi juga menunjukkan bahwa kehadiran suami atau istri di rumah, bisa menambah semangat keduanya, yang menyebabkan produktivitas yang lebih besar bagi mereka dan dengan demikian meningkatkan pendapatan dari pekerjaan mereka.
Penelitian ini menyarankan penyediaan tempat untuk penitipan anak-anak di lingkungan kerja, yang mana hal ini akan mendorong perempuan yang belum menikah untuk melakukan metode dan langkah ini, tanpa khawatir terhadap anak-anak mereka, atau menganggap bahwa anak – anak mereka sebagai hambatan bagi perkembangan karir mereka.
Ini menunjukkan bahwa pernikahan adalah sarana untuk meningkatkan pendapatan, dan ini fakta ilmiah dan bukan hanya omong kosong!
Dari sini kita bisa menyadari bahwa ayat yang mulia ini mengandung sebuah mukjizat ilmu.
Siapakah gerangan yang mengabarkan kepada Nabi bahwa nikah bisa menjadi penyebab seseorang menjadi kaya ? Dialah Allah yang telah berfirman :
إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ
“Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya.”. ( An-nur : 32 )
Oleh karena itu, Nabi mengingkari orang yang ingin terus membujang dan tidak menikah seraya beliau bersabda :
(النكاح من سنتي فمن لم يعمل بسنَّتي فليس مني) [السلسلة الصحيحة للألباني]
“Nikah termasuk Sunnahku, barangsiapa yang tidak melaksanakan Sunnahku maka bukanlah termasuk golonganku” ( Silsilah Shahihah oleh Albani )
Sumber: milist ukhuwah_sehati@yahoogroups.com

KISAH AL QOMAH

Al Qomah adlh seorg yg taat beribadah, suatu ketika dia sakit parah, kemudian istrinya mengutus seseorg agar mengabari Rasulullah SAW bahwa Al Qomah dlm kedaan sakaratul maut, agar nabi mengajari lafadz "la ilaha illallah ". Nabi yg mendpt laporan tsb beliau kemudian mengutus" Amar, Bilal dan Shuhaib" agar ketiga sahabat tsb menuntun (mengajari) lafadz la ilaha illallah.

Ketiga sahabat tsb sesampai rmh Al Qomah melaksanakan apa yg diperintah Nabi, akan tetapi betapa terkejutnya mereka bahwa lisan Al qomah seperti terkunci tak kuasa mengucapkan lafaqz tsb. Kemudian ketiganya melaporkan kembali kpd Nabi tentang kejadian tsb, Nabi merasa heran dgn kejadian tsb sebab penyaksiannya bahwa Al Qomah seorang ahli ibadah !! Nabi menanyakan apakah Al Qomah masih mempunyai org tua yg masih hidup ? mereka menjawab:" masih yaitu seorang ibu yg sangat tua"

Dgn bergegas nabi mendatangi ibunya Al Qomah: "hai umu Al Qomah berterus teranglah pdku, jika kamu berdusta, Allah akan menurunkan wahyu pdku, aku heran dgn keadaan anakmu (Al Qomah) ??" Ibunya menjawab; Ya Rasulullah, bukankah Al Qomah seorang yg ahli sholat, ahli puasa !! Nabi menyela omongan umu Al Qomah " itu semua memang benar, tetapi ada sesuatu yg tdk beres !!"

Ibunya Al Qomah "Ya Rasulullah memang saya marah sama pd Al Qomah, krn dia lebih mencintai/menyayangin istrinya dan menyia-nyiakan (menentang) aku". Nabi bersabda:"kemarahan umu Al Qomah membuat lisan Al Qomah tdk bisa mengucapkan Syahadat" Nabi melanjutkan sabdanya ; "Hai Bilal sekarang kumpulkan kayu bakar yg banyak ".

Umu Al Qomah melihat Bilal mengumpulkan kayu bakar..Umu Al Qomah bertanya " Ya Rasulullah kayu bakar itu utk apa ??" Nabi menjawab: "utk membakar Al Qomah"

"Ya Rasulullah,,hatiku tdk tega melihat Al Qomah dibakar di dpn mataku" Nabi berkata pd umu Al Qomah: "ketahuilah siksa neraka lbh berat dan lbh kekal, jika kamu senang anakmu (Al Qomah) diampuni Allah maka maafkan dan ridhoilah...sebab demi Allah semua amalan sholat, puasa, sedekah tdk ada manfaatnya selagi kamu masih marah padanya".

Akhirnya luluhnya hati Umu Al Qomah " aku menyaksikan kpd Allah, malaikat dan org2 muslimin yg ada disini, bahwa aku memaafkan dan meridhoi Al Qomah". Dgn lega Nabi memerintahkan Bilal agar melihat Al Qomah, apakah Al Qomah sdh bisa mengucapkan syahadat ?? dgn bergegas Bilal masuk dan menyaksikan bahwa Al Qomah sdh bisa mengucapkan syahadat dan Al Qomah meninggal setelah mengucapkan syahadat, setelah dikubur Rasulullah berdiri dipinggir qubur Al Qomah dan bersabda : " Ya org2 muhajir dan ansor, barangsiapa yg mengutamakan istrinya dan mengabaikan ibunya, maka berat laknat Allah, malaikat dan manusia semua. Allah tdk menerima ibadat wajib dan sunnahnya (org tsb), kecuali dia bertaubat kpd Allah Yang Maha Agung lagi Maha Luhur dan berbuat baik serta mencari ridho ibu, ridho Allah Yang Maha Agung lg Luhur di dlm ridho ibu dan murka Allah Yang Maha Agung sesebutannya di dlm murka ibu ".

Maka kita smua kalo sdh sukses jgn terlalu sayang istri (DKI=dibawa ketiak istri) trus melupakan ibu (ingat kita bisa besar, sekolah, bisa sukses krn ortu yg membiayai, meramutnya)..akan tetapi kita juga hrs sudah menyadari bahwa setelah berumah tangga kita punya tanggung jwb juga yaitu terhadap "istri dan anak"...agar hidup kita barokah..sayangin ibu, sayangin istri dan anak2,,karena semuanya mendo'akan, memberi motivasi utk kesuksesan kita,,. Do'a ibu adalah mustajab tanpa aling2 langsung dikabulkan oleh Allah...

Smoga menjadi pembelajaran dan bermanfaat bagi kita smua...utamanya yg sdh berkeluarga....istri mengerti kedudukan suaminya yg hrs taat jg kpd ortunya...bagi anak2 jgn pernah membantah atau membentak (bersuara keras) bapak ibunya...!!

Selasa, 08 Februari 2011

Memadu Kasih di Hari Valentine


Hari Valentine (bahasa Inggris: Valentine’s Day), pada tanggal 14 Februari adalah sebuah hari di mana para kekasih dan mereka yang sedang jatuh cinta menyatakan cintanya di Dunia Barat. Pada masa kini, hari raya ini berkembang bukan hanya para orang yang memadu kasih, tapi pada sahabat dan teman dekat. Namun mayoritas yang merayakannya adalah orang yang sedang jatuh cinta. Ini pun dianut saat ini dan semakin meluas di kalangan muda-mudi di negeri ini. Ketika hari tersebut ada yang memberikan coklat kepada kekasihnya atau kado spesial lainnya.
Selaku umat Islam, tentu saja kita mesti menilik ulang perayaan tersebut. Ada beberapa tinjauan dalam perayaan tersebut yang bisa dikritisi. Di antaranya adalah tentang memadu kasih lewat pacaran dan hukum merayakan valentine serta memberikan hadiah ketika itu. 
Meninjau Fenomena Memadu Kasih Lewat Pacaran
Pertama: Pacaran adalah jalan menuju zina
Yang namanya pacaran adalah jalan menuju zina dan itu nyata. Awalnya mungkin hanya melakukan pembicaraan lewat telepon, sms, atau chating. Namun lambat laut akan janjian kencan. Lalu lama kelamaan pun bisa terjerumus dalam hubungan yang melampaui batas layaknya suami istri. Begitu banyak anak-anak yang duduk di bangku sekolah yang mengalami semacam ini sebagaimana berbagai info yang mungkin pernah kita dengar di berbagai media. Maka benarlah, Allah Ta’ala mewanti-wanti kita agar jangan mendekati zina. Mendekati dengan berbagai jalan saja tidak dibolehkan, apalagi jika sampai berzina. Semoga kita bisa merenungkan ayat yang mulia (yang artinya), “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”(QS. Al Isro’: 32). Selanjutnya, kami akan tunjukkan beberapa jalan menuju zina yang tidak mungkin lepas dari aktivitas pacaran.
Kedua: Pacaran melanggar perintah Allah untuk menundukkan pandangan
Padahall Allah Ta’ala perintahkan dalam firman-Nya (yang artinya), “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”.” (QS. An Nur: 30). Dari Jarir bin Abdillah, beliau mengatakan, “Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang pandangan yang cuma selintas (tidak sengaja). Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepadaku agar aku segera memalingkan pandanganku.”[1]
Ketiga: Pacaran seringnya berdua-duaan (berkholwat)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita yang tidak halal baginya karena sesungguhnya syaithan adalah orang ketiga di antara mereka berdua kecuali apabila bersama mahromnya.”[2] Berdua-duaan (kholwat) yang terlarang di sini tidak mesti dengan berdua-duan di kesepian di satu tempat, namun bisa pula bentuknya lewat pesan singkat (sms), lewat kata-kata mesra via chating dan lainnya. Seperti ini termasuk semi kholwat yang juga terlarang karena bisa pula sebagai jalan menuju sesuatu yang terlarang (yaitu zina).
Keempat: Dalam pacaran, tangan pun ikut berzina
Zina tangan adalah dengan menyentuh lawan jenis yang bukan mahrom sehingga ini menunjukkan haramnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.”[3]
Inilah beberapa pelanggaran ketika dua pasangan memadu kasih lewat pacaran. Adakah bentuk pacaran yang selamat dari hal-hal di atas? Lantas dari sini, bagaimanakah mungkin pacaran dikatakan halal? Dan bagaimana mungkin dikatakan ada pacaran islami padahal pelanggaran-pelanggaran di atas pun ditemukan? Jika kita berani mengatakan ada pacaran Islami, maka seharusnya kita berani pula mengatakan ada zina islami, judi islami, arak islami, dan seterusnya.
Menikah, Solusi Terbaik untuk Memadu Kasih
Solusi terbaik bagi yang ingin memadu kasih adalah dengan menikah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Kami tidak pernah mengetahui solusi untuk dua orang yang saling mencintai semisal pernikahan.”[4]
Inilah solusi terbaik untuk orang yang akan memadu kasih. Bukan malah lewat jalan yang haram dan salah. Ingatlah, bahwa kerinduan pada si dia yang diidam-idamkan adalah penyakit. Obatnya tentu saja bukanlah ditambah dengan penyakit lagi. Obatnya adalah dengan menikah jika mampu. Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya obat bagi orang yang saling mencintai adalah dengan menyatunya dua insan tersebut dalam jenjang pernikahan.”[5]
Obat Bagi Yang Dimabuk Cinta
Berikut adalah beberapa obat bagi orang yang dimabuk cinta namun belum sanggup untuk menikah.
Pertama: Berusaha ikhlas dalam beribadah.
Cinta pada Allah dan nikmat dalam beribadah tentu akan mengalahkan cinta-cinta lainnya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Sungguh, jika hati telah merasakan manisnya ibadah kepada Allah dan ikhlas kepada-Nya, niscaya ia tidak akan menjumpai hal-hal lain yang lebih manis, lebih indah, lebih nikmat dan lebih baik daripada Allah. Manusia tidak akan meninggalkan sesuatu yang dicintainya, melainkan setelah memperoleh kekasih lain yang lebih dicintainya. Atau karena adanya sesuatu yang ditakutinya. Cinta yang buruk akan bisa dihilangkan dengan cinta yang baik. Atau takut terhadap sesuatu yang membahayakannya.”[6]
Kedua: Banyak memohon pada Allah
Ketika seseorang berada dalam kesempitan dan dia bersungguh-sungguh dalam berdo’a, merasakan kebutuhannya pada Allah, niscaya Allah akan mengabulkan do’anya. Termasuk di antaranya apabila seseorang memohon pada Allah agar dilepaskan dari penyakit rindu dan kasmaran yang terasa mengoyak-ngoyak hatinya. Penyakit yang menyebabkan dirinya gundah gulana, sedih dan sengsara. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan Rabbmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.” (QS. Al Mu’min: 60)
Ketiga: Rajin memenej pandangan
Pandangan yang berulang-ulang adalah pemantik terbesar yang menyalakan api hingga terbakarlah api dengan kerinduan. Orang yang memandang dengan sepintas saja jarang yang mendapatkan rasa kasmaran. Namun pandangan yang berulang-ulanglah yang merupakan biang kehancuran. Oleh karena itu, kita diperintahkan untuk menundukkan pandangan agar hati ini tetap terjaga. Mujahid mengatakan, “Menundukkan pandangan dari berbagai hal yang diharamkan oleh Allah akan menumbuhkan rasa cinta pada Allah.”[7]
Keempat: Lebih giat menyibukkan diri
Dalam situasi kosong kegiatan biasanya seseorang lebih mudah untuk berangan memikirkan orang yang ia cintai. Dalam keadaan sibuk luar biasa berbagai pikiran tersebut mudah untuk lenyap begitu saja. Ibnul Qayyim pernah menyebutkan nasehat seorang sufi yang ditujukan pada Imam Asy Syafi’i. Ia berkata, “Jika dirimu tidak tersibukkan dengan hal-hal yang baik (haq), pasti akan tersibukkan dengan hal-hal yang sia-sia (batil).”[8]
Kelima: Menjauhi musik dan film percintaan
Nyanyian dan film-film percintaan memiliki andil besar untuk mengobarkan kerinduan pada orang yang dicintai. Apalagi jika nyanyian tersebut dikemas dengan mengharu biru, mendayu-dayu tentu akan menggetarkan hati orang yang sedang ditimpa kerinduan. Akibatnya rasa rindu kepadanya semakin memuncak, berbagai angan-angan yang menyimpang pun terbetik dalam hati dan pikiran. Bila demikian, sudah layak jika nyanyian dan tontonan seperti ini dan secara umum ditinggalkan demi keselamatan dan kejernihan hati. Ibnu Mas’ud mengatakan, “Nyanyian dapatmenumbuhkan kemunafikan dalam hati sebagaimana air dapat menumbuhkan sayuran.” Fudhail bin ‘Iyadh mengatakan, “Nyanyian adalah mantera-mantera zina.” Adh Dhohak mengatakan, “Nyanyian itu akan merusak hati dan akan mendatangkan kemurkaan Allah.”[9]
Kasih Sayang di Hari Valentine
Saling memberi kado, saling memberi coklat dan hadiah, fenomena semacam inilah yang akan kita saksikan pada hari Valentine (14 Februari) dan hari ini pun disebut dengan hari kasih sayang. Jika ini didasari pada memadu kasih dengan pacaran, sudah kami jabarkan kekeliruannya di atas. Jika ini adalah kasih sayang secara umum, maka di antara kerusakan yang dilakukan adalah tasyabuh atau mengikuti budaya orang barat (orang kafir).
Mungkin sebagian kaum muslimin tidak mengetahui bahwa sebenarnya perayaan ini berasal dari budaya barat untuk mengenang pendeta (santo) Valentinus. Paus Gelasius I menetapkan tanggal 14 Februari sebagai hari peringatan santo Valentinus. Kenapa tanggal 14 Februari bisa dihubungkan dengan santo Valentinus? Ada yang menceritakan bahwa sore hari sebelum santo Valentinus akan gugur sebagai martir (mati karena memperjuangkan cinta), ia menulis sebuah pernyataan cinta kecil yang diberikannya kepada sipir penjaranya yang tertulis “Dari Valentinusmu“. Pada kebanyakan versi menyatakan bahwa 14 Februari dihubungkan dengan kegugurannya sebagai martir.

 
Design by rizanova multimedia | Bloggerized by muda mudi klaten barat | rio sugiarto